Terorisme dan agenda Amerika Serikat

menjadi isu utama dunia saat ini adalah aksi kekerasan oleh kelompok tertentu untuk melawan dominasi Amerika Serikat di pentas politik-ekonomi internasional. Kelompok-kelompok yang merasa dizalimi oleh AS kemudian melakukan perlawanan dalam bentuk serangan-serangan terhadap berbagai fasilitas atau kepentingan AS di mancanegara.
Ketika kita sekarang berbicara tentang terorisme, sebenarnya kita sudah terjebak pada wacana yang dimunculkan AS. AS-lah yang menjadi agenda setter dalam wacana terorisme ini, ketika negara adidaya itu merekayasa peristiwa 11 September 2001 disusul dengan Kampanye Antiterorisme Internasional.

AS “menciptakan” dua aktor teroris sekaligus, yakni Al-Qoidah untuk tingkat internasional dan Jamaah Islamiyah (JI) untuk tingkat regional Asia Tenggara khususnya Indonesia. Berkat dukungan media massa, AS berhasil menciptakan opini publik (public opinion) tentang bahaya terorisme, sehingga terorisme menjadi agenda publik (public agenda) yang memunculkan kebijakan publik (public policy) di seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Semua Negara menyatakan perang terhadap terorisme. Indonesia, negeri Muslim terbesar di dunia, bahkan harus melahirkan UU Anti Terorisme.

Mengapa AS “menciptakan” wacana terorisme? Sudah pasti, demi melanggengkan dominasinya. AS tidak mau ada kekuatan sekecil apa pun yang merongrong dominasinya di pentas dunia. Sebagai satu-satunya negara adidaya, AS menjadi target utama kelompok-kelompok atau negara-negara yang ingin mengubah struktur internasional yang dikendalikan AS. Jadi, sebenarnya kalau kita mencari akar terorisme, maka akan kita dapati dua hal, yakni adanya dominasi AS sebagai satu-satunya negara superpower dan perilaku politik (political behavior)-nya yang hipokrit serta ketidakadilan yang diakibatkannya.

Sudah bukan rahasia lagi, AS bisa semaunya menerapkan standar ganda. AS tidak suka Irak, Iran, dan Pakistan menjadi negara nuklir. Di pihak lain, AS membiarkan Israel dan India membangun kekuatan nuklirnya. AS berteriak mendukung tegaknya demokrasi, namun ketika demokrasi itu melahirkan kekuatan yang cenderung “tidak bersahabat” seperti FIS di Aljazair, AS pun membiarkannya dilibas junta militer dukungan Prancis –sekutu AS di Eropa.

AS menerikkan penegakkan HAM, namun terus-menerus mendukung kebiadaban penjajah Israel di bumi Palestina. Maka, ketika muncul berbagai kekuatan yang melakukan penyangkalan (denial), perlawanan (resistance), dan bahkan rasa kebencian (hatred) terhadap dominasi Amerika, AS mulai merasakan adanya gangguan terhadap dominasinya. Maka, di-setting-lah agenda tentang terorisme itu.

AS menjadikan kelompok-kelompok penentangnya itu sebagai musuh yang memudahkannya menggalang dukungan dari sekutunya. Sayangnya, yang menjadi target dan korbannya adalah umat Islam karena merekalah yang menunjukkan penyangkalan (denial), perlawanan (resistance), dan memiliki rasa kebencian (hatred) terhadap AS.

Wajar jika banyak kalangan menilai, teroris sejati adalah AS sendiri. Dialah yang menjadi sumber aksi-aksi kekerasan yang merebak di dunia sekarang. AS pula yang paling sering membuat warga dunia ketakutan dan mati. Serangan AS ke Irak adalah terorisme yang menakutkan rakyat Irak. Serangan AS ke Afghanistan adalah terorisme yang menakutkan rakyat Afghanistan. AS-lah pengacau dunia sesungguhnya. Wallahu A’lam Bidhowab.

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah untuk membangun blog ini dan dilarang keras berkomentar berbau SARA (Suku,Agama,Ras,Antargolongan)